Kanker adalah salah satu jenis penyakit tumor ganas (benign tumour).
Penyakit ini timbul akibat terjadinya mutasi pada biosintesis sel,
yaitu kesalahan urutan DNA karena terpotong, tersubstitusi atau adanya
pengaturan kembali, mengakibatkan pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh
yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Sel-sel kanker akan
terus membelah diri, terlepas dari pengendalian pertumbuhan dan tidak
lagi menuruti hukum-hukum pembiakan. Bila pertumbuhan tidak segera
dihentikan dan diobati maka sel kanker akan berkembang terus. Sel kanker
akan tumbuh menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive), lalu membuat anak sebar (metastasis)
ke tempat yang lebih jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh getah
bening. Selanjutnya akan tumbuh kanker baru di tempat lain sampai
akhirnya menyebabkan kematian penderitanya.
Penyakit kanker merupakan penyakit penyebab kematian terbesar kedua
setelah penyakit jantung. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan
bahwa, jumlah penderita kanker bertambah menjadi 6,25 juta orang setiap
tahun dan diperkirakan sepuluh tahun mendatang 9 juta orang akan
meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya (Yayasan Kanker Indonesia,
2006). Sementara di Indonesia penyakit kanker adalah penyebab kematian
nomor tujuh setelah stroke, tuberkulosis, hipertensi, cidera, perinatal,
dan diabetes militus. Penderita kanker mencapai 6 % dari 200 juta lebih
penduduk Indonesia, saat ini diperkirakan dari 100.000 penduduk
Indonesia, terdapat 100 penderita baru penyakit kanker setiap tahun
(Aditama, 2009). Pola frekuensi relatif jenis kanker yang sering
didapati di Indonesia secara berurutan adalah kanker leher rahim
(serviks), hati, payudara, paru-paru, kulit, nasofaring, limfoma,
leukimia dan kolon (Reksodiputro, 1991).
Pengobatan penyakit kanker telah dilakukan secara intensif. Chemotherapy dengan menggunakan obat-obatan antikanker seperti flourasil, metotreksat dan cisplatin telah dilakukan, namun timbulnya mekanisme multidrug resistance (MDR) akan mengurangi daya kerja obat-obatan ini. Radiotherapy
dengan metode penyinaran juga telah banyak dimanfaatkan tetapi kurang
efektif, memerlukan biaya yang mahal, terlalu toksik, serta menunjukkan
efek samping yang serius. Penelitian tentang penyakit kanker dan cara
pengobatannya terus dikembangkan, di antaranya adalah kehadiran senyawa
kompleks logam yang diharapkan menjadi obat anti kanker baru yang lebih
baik, efektif dan efisien.
Peran senyawa kompleks logam yang diterapkan dalam bidang kedokteran
menjadi topik-topik hangat dalam kimia bioanorganik (Szacilowski, et
al., 2005 ; Mudasir, 2006). Salah satu topik menarik dan terus
berkembang adalah interaksi molekul kecil termasuk di dalamnya kompleks
logam dengan DNA. Topik ini menarik karena umumnya molekul-molekul kecil
yang dapat berinteraksi dengan DNA adalah senyawa-senyawa yang
menunjukkan aktivitas obat (terapetik), terutama dalam bidang chemotherapy
dan terapi fotodinamik kanker atau senyawa-senyawa yang bersifat racun
bagi tubuh (Mudasir, 2006). Oleh karena itu, dengan memahami perilaku
dan sifat-sifat interaksi senyawa kompleks logam dengan DNA diharapkan
dapat membantu memahami mekanisme kerja obat-obat dan mekanisme
toksisitas kompleks logam pada tingkat molekular.
Kompleks logam dengan asam pikolinat merupakan produk degradasi dari tryptophan
(Barandika et al., 1999). Studi kompleks pikolinat menunjukkan
aktivitas biologi, dapat menginduksi sel murine leukemia HL-60 (Heren et
al., 2006), dapat menghambat pertumbuhan mycobacterium ovium complex
(Shimizu et al., 2006), dan beberapa laporan kompleks logam-pikolinat
menunjukkan pengaruh dalam menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
Seperti yang telah dilaporkan oleh Van Rijt, (2008), kompleks osmium(II)
pikolinat memberikan pengaruh yang sama dalam menghambat sel-sel kanker
seperti cisplatin yang selama ini dikenal sebagai obat chemotherapy
kanker. Kompleks kobalt-aspirin seperti yang telah dilaporkan oleh Ingo
(2009), juga memberikan pengaruh dalam menghambat sel-sel tumor.
Kompleks kobalt-organologam seperti pada [Co2(CO)6]
yang selama ini dikenal sebagai antitumor, potensi antitumornya lebih
meningkat ketika dipadukan dengan aspirin (asam asetil salisilat).
Aspirin adalah golongan nonsteroidal antirheumatics
(NSARs) yang telah lama dikenal dalam bidang farmakologi sebagai
antiradang dan penghilang rasa sakit. Efek NSARs diduga melibatkan gugus
karboksilat yang melakukan penghambatan enzim cyclooxygenase
(Ingo, 2009). Gugus karboksilat ini dijumpai juga pada asam pikolinat
(2-piridin karboksilat) maupun dipikolinat (piridin-2,6-dikarboksilat)
yang terikat pada cincin piridinnya.
Dengan penambahan satu gugus karboksilat pada cincin piridin ligan
pikolinat dan terbentuk struktur dipikolinat
(piridin-2,6-dikarboksilat), diharapkan kompleks logam yang dihasilkan
memiliki interaksi yang lebih besar dalam menghambat sel-sel anti kanker
dan menunjukkan peningkatan bioaktivitas lainnya (Martak, 2008).
Kompleks logam dipikolinat seperti yang telah dilaporkan oleh Yang et
al., (2002) memberikan pengaruh dalam mereduksi hyperlipidemia pada diabetes. Demikian juga laporan Colak et al., (2009) yang menunjukkan kompleks logam dipikolinat berpengaruh sebagai inhibitor pertumbuhan bakteri.
Potensi Kompleks Kobalt - piridin-2,6-dikaboksilat sebagai Agen Antikanker baru
Diposting oleh
Fakhri
|
Label:
Berbagi ilmu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar